Pages

Plurk

Monday, July 19, 2010

Soerabaja Tempo Doeloe, Kota Kenangan Tak Terlupakan

Menjelang 10 Nopember, menjelang Hari Pahlawan mungkin ada baiknya kita sedikit menengok sejarah masa lalu dimana para pejuang kemerdekaan kita dengan taruhan nyawa merebut dan mempertahankan negeri ini mati-matian, janganlah kita kotori perjuangan mereka dengan perbuatan-perbuatan hina masa kini yang menodai semangat perjuangan dan nasionalisme mereka. untuk itu satu hari menjeleng hari Pahlawan, ruanghati.com mencoba menyajikan kumpulan foto-foto masa lalu keadaan kota pahlawan tempo doeloe. Ini merupakan 1 dari beberapa tulisan yang khusus di sajikan menjelang Hari Pahlawan, Silahkan menyimak dan menikmati nuansa Kota Pahlawan Tempo Doeloe.


Inilah Jembatan Merah, Tempat yang sangat bersejarah yang merupakan saksi sejarah terbunuhnya Jendral Inggris Malaby ketika Sekutu Menyerang Surabaya. Yang menjadi keprihatinan keberadaan Jembatan Merah saat ini, banyak yang tidak mengetahui bahwa jembatan itu memiliki nilai sejarah penting dalam perjalanan mempertahankan kemerdekaan Indonesia, bahkan kondisi jembatan merah pun hinggi kini sangat memprihatinkan karena tidak mendapat perhatian yang berarti dari Pemkot setempat


Bung Tomo, Potret Arek Suroboyo Sejati dengan suaranya yang menggelegar berhasil membakar semangat arek Suroboyo untuk mengusir sekutu yang menyerang. Yang patut di syukuri akhirnya Beliau diakui sebagai pahlawan Nasional


Mobil Brigadire Jendral Mallaby yang rusak terkena serangan, dan Mallaby tewas didalamnya


Prasasti pertempuran Arek-arek Suroboyo dan Sekutu


Tank Inggris yang berhasil dilumpuhkan pasukan Arek-arek Suroboyo


Surabaya di Bombardir Tentara Sekutu dari segala penjuru, hal tersebut terjadi setelah Jendral Mallaby Tewas


Hotel Oranje, Sekarang Hotel Majapahit semasa pendudukan Jepang dikenal sebagai Hotel Yamato disinilah insiden perobekan bendera Belanda tersebut terjadi.


Hotel Oranje, Sekarang Hotel Majapahit semasa pendudukan Jepang dikenal sebagai Hotel Yamato disinilah insiden perobekan bendera Belanda tersebut terjadi


Foto ini adalah foto Jalan Pemuda tempo doeloe


Ini adalah sisi Alun-Alun Contong menuju ke Tunjungan (sekarang dikenal daerah gemblongan dan Baliwerti)


Soerabaja Tempo Doeloe, Sebuah bangunan Hotel Oranje dari sisi lain di Jalan Tunjungan


Sebuah bangunan di sebelah tugu pahlawan, yang kini dijadikan kantor Pelni


Salah satu gedung pemerintahan Hindia Belanda (Gedung Internatio), yang saat ini letaknya didepan Jembatan Merah Plasa


Salah satu gedung pemerintahan Hindia Belanda (Gedung Internatio) sisi lain, yang saat ini letaknya didepan Jembatan Merah Plasa


Soerabaja Tempo Doeloe, mengenang Hari Pahlawan 10 November


Soerabaja Tempo Doeloe, Pelabuhan Kalimas, yang kini masih dipakai untuk sandar kapal-kapal jenis kapal kayu (pelayaran rakyat)


Para Arek-Arek Suroboyo sedang berkumpul untuk merancang perlawanan terhadap sekutu


Tentara Inggris Sedang Menyusun Strategi untuk menguasai kota Surabaya


Soerabaja Tempo Doeloe, mengenang Hari Pahlawan 10 November


Ini merupakan pavilion para prajurit Belanda

Soerabaja Tempo Doeloe, Battle Of Soerabaja-Untukmu Pahlawanku


Kota Surabaya di Bombardir dari udara oleh Pasukan Sekutu

Peristiwa 10 November merupakan peristiwa sejarah perang antara Indonesia dan Belanda yang dibantu tentara Inggris. Peristiwa ini diawali pada ketika pemerintah kolonial Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang pada tahun 1942. Sejak itu, Indonesia diduduki oleh Jepang. Tiga tahun kemudian, Jepang menyerah tanpa syarat kepada sekutu setelah dijatuhkannya bom atom (oleh Amerika Serikat) di Hiroshima dan Nagasaki. Peristiwa itu terjadi pada Agustus 1945. Mengisi kekosongan tersebut, Indonesia kemudian memproklamirkan kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945.


Dermaga Ujung (Tanjung Perak) Dibom dari udara oleh pasukan Inggris dan Sekutunya

Sebelum dilucuti oleh sekutu, rakyat dan para pejuang Indonesia berupaya melucuti senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar, tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di Surabaya pada 25 Oktober. Tentara Inggris didatangkan ke Indonesia atas keputusan dan atas nama Sekutu, dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan yang ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Tetapi, selain itu, tentara Inggris juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada pemerintah Belanda sebagai jajahannya. NICA (Netherlands Indies Civil Administration) pun membonceng. Itulah yang meledakkan kemarahan rakyat Indonesia di mana-mana.


Serdadu Inggris yang memeriksa Mobil yang dipakai Mallaby dimana ditemukan Jendral tersebut tewas didalamnya

Di Surabaya, dikibarkannya bendera Belanda, Merah-Putih-Biru, di Hotel Yamato, telah melahirkan Insiden Tunjungan, yang menyulut berkobarnya bentrokan-bentrokan bersenjata antara pasukan Inggris dengan badan-badan perjuangan yang dibentuk oleh rakyat. Bentrokan-bentrokan bersenjata dengan tentara Inggris di Surabaya, memuncak dengan terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, (pimpinan tentara Inggris untuk Jawa Timur), pada 30 Oktober.


Kapal perang Inggris yang merapat di Surabaya dan membawa pasukan serta Tank-tank untuk menguasai Surabaya

Setelah terbunuhnya Brigadir Jenderal Mallaby, penggantinya (Mayor Jenderal Mansergh) mengeluarkan ultimatum yang merupakan penghinaan bagi para pejuang dan rakyat umumnya. Dalam ultimatum itu disebutkan bahwa semua pimpinan dan orang Indonesia yang bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi tanggal 10 November 1945.


Kapal perang Inggris yang merapat di Surabaya dan membawa pasukan serta Tank-tank untuk menguasai Surabaya

Ultimatum tersebut ditolak oleh Indonesia. Sebab, Republik Indonesia waktu itu sudah berdiri (walaupun baru saja diproklamasikan), dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) sebagai alat negara juga telah dibentuk.

Selain itu, banyak sekali organisasi perjuangan yang telah dibentuk masyarakat, termasuk di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar. Badan-badan perjuangan itu telah muncul sebagai manifestasi tekad bersama untuk membela republik yang masih muda, untuk melucuti pasukan Jepang, dan untuk menentang masuknya kembali kolonialisme Belanda (yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia).


Tank-Tank Sekutu memasuki kota Surabaya

Pada 10 November pagi, tentara Inggris mulai melancarkan serangan besar-besaran dan dahsyat sekali, dengan mengerahkan sekitar 30 000 serdadu, 50 pesawat terbang, dan sejumlah besar kapal perang.


Para Serdadu terlibat pertempuran sengit

Berbagai bagian kota Surabaya dihujani bom, ditembaki secara membabi-buta dengan meriam dari laut dan darat. Ribuan penduduk menjadi korban, banyak yang meninggal dan lebih banyak lagi yang luka-luka. Tetapi, perlawanan pejuang-pejuang juga berkobar di seluruh kota, dengan bantuan yang aktif dari penduduk.

Pihak Inggris menduga bahwa perlawanan rakyat Indonesia di Surabaya bisa ditaklukkan dalam tempo 3 hari saja, dengan mengerahkan persenjataan modern yang lengkap, termasuk pesawat terbang, kapal perang, tank, dan kendaraan lapis baja yang cukup banyak.

Namun di luar dugaan, ternyata perlawanan itu bisa bertahan lama, berlangsung dari hari ke hari, dan dari minggu ke minggu lainnya. Perlawanan rakyat yang pada awalnya dilakukan secara spontan dan tidak terkoordinasi, makin hari makin teratur. Pertempuran besar-besaran ini memakan waktu sampai sebulan, sebelum seluruh kota jatuh di tangan pihak Inggris.


Suasana kota Surabaya yang mencekam dalam pertempuran

Pada peristiwa tersebut, kekuatan pasukan Indonesia sekitar 20.000 tentara dan dibantu pasukan – pasukan rakyat sekitar 100.000 orang dengan persenjataan seadanya, terutama bambu runcing. Sementara kekuatan pasukan Belanda dan Inggris kurang lebih sekitar 30.000 pasukan yang terkoordinir dengan baik dan dibantu persenjataan komplit seperti tank, pesawat tempur maupun kapal perang yang tereus membombardir pasukan Indonesia dari pantai.


Tertempuran terus berkobar untuk tetap mempertahankan Surabaya agar tidak jatuh ke tangan Sekutu

Pasukan Indonesia dan pasukan-pasukan rakyat semuanya dipimpin oleh Bung Tomo melalui radio dengan kata-kata yang penuh semangat membakar nyali para pejuang Indonesia, sementara pasukan Belanda dan Inggris berada di bawah kendali Jenderal Mansergh.
Akhirnya peristiwa 10 November 1945 di Surabaya tersebut diperingati sebagai Hari Pahlawan.
Although the Indonesian resistance had been defeated, the Battle of Surabaya represented an important strategic victory for the Indonesians. It was also an important turning point for the Dutch, who until then had believed that the resistance had no popular support. The Battle of Surabaya shocked them into realising that they were no longer a colonial power.
Sumber Cerita: Wikipedia

Genjatan Senjata antara RI dan Sekutu mengakhiri pertempuran yang dimenangkan oleh RI

Repost from:
http://ruanghati.com/2009/11/09/soerabaja-tempo-doeloe-kota-kenangan-tak-terlupakan-part-1/
http://ruanghati.com/2009/11/09/soerabaja-tempo-doeloe-battle-of-soerabaja-untukmu-pahlawanku-part-2/

1 comment:

  1. Seru sekali Surabaya tempoe doloe ya, sy skr sering keluar masuk kota ini, jadi membayangkan suasana mencekamnya ketika jaman pendudukan penjajah

    ReplyDelete